Minggu, 06 Maret 2011

bentrokan ikip mataram

entrokan di IKIP Mataram 
Dikirim oleh : suara mahasiswa 
Pada tanggal : 24-08-2006, 17:29
nasional / kriminal dan keadilan / feature 

Aktivis mahasiswa tewas ditusuk preman bayaran rektorat 

Bentrokan antara aktivis mahasiswa dan preman -yang mengaku sebagai pihak keamanan Yayasan IKIP Mataram- di kampus Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram, Nusatenggara Barat, pada Selasa (22/8) siang, mengakibatkan seorang mahasiswa, M. Ridwan (21) asal Lombok Timur, meninggal dunia. Ridwan meninggal dengan luka tusuk dibagian dada sebelah kanan dan dibawah ketiak kanan. Ridwan, mahasiswa semester V Fakultas MIPA jurusan Kimia, meninggal sekitar pukul 19.45 wita setelah menjalani perawatan di ruang ICU RSU Mataram. Sementara tiga mahasiswa lainnya masing-masing Zainal Mutakin, Heru dan Asmani mengalami luka-luka.

Lihat juga: Tragedi IKIP Mataram & Kronologis Tragedi Aksi 22 Agustus 2006


Bentrokan terjadi saat mahasiswa berunjuk rasa menolak Surat Keputusan Rektor yang mengangkat sekelompok orang tertentu sebagai keamanan kampus dan menolak proses pemilihan rektor baru, H.L. Said Ruhpina, S.H., karena dilantik atas keputusan Yayasan Pembina IKIP Mataram, bukan melalui pemilihan senat rektor. Keberadaan ratusan preman di sekeliling kampus IKIP mulai terlihat setelah pengangkatan rektor baru. 


Pemecatan Rektor IKIP yang lama, Faturahim, dan jajarannya terjadi setelah mahasiswa melakukan aksi mogok belajar. Mahasiswa menolak kebijakan kenaikan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP) dari Rp2,1 juta menjadi Rp2,4. Setelah dipecat, rektor dan sejumlah staf pengajar pun balas melakukan mogok mengajar. Kasus gugatan rektor yang dipecat masih berlangsung di PN Mataram. 


Pro dan Kontra

Setelah terpilih, Rektor IKIP Mataram versi Yayasan, Lalu Said Ruhpina dihadapan sejumlah mahasiswa pendukung yayasan, kembali membacakan enam butir kebijakan yayasan terhadap permasalahan internal yang terjadi. Said Ruhpina yang menyatakan bahwa dirinya hanya sebagai pelaksana dari kebijakan pengurus Yayasan Pembina IKIP Mataram, aktivitas kampus tidak satupun yang terkendala. Bahkan uang SPP yang terlanjur dinaikkan oleh pejabat rektor lama dari dibatalkan. Mahasiswa pendukung Yayasan Pembina IKIP Mataram ditandai dengan ikatan merah putih di pergelangan tangan sebelah kiri mengelu-elukan pejabat rektor Said Ruhpina.

IKIP Mataram saat ini terdapat dua kelompok mahasiswa yang melakukan aksi, pengunjukrasa yang pro yayasan melakukan aksinya di dalam kampus, sementara pengunjukrasa yang sejak awal menolak kebijakan pemecatan rektor dan 11 dosen Kopertis Wilayah VIII, melakukan aksinya diluar kampus,dan mereka secara perlahan merangsek masuk kampus.


Aksi sebelumnya

Pada Kamis (10/8) sebelumnya, ratusan mahasiswa menyegel kampus setempat. Beberapa ruangan utama seperti ruangan Rektor, ruangan Biro Administrasi Umum dan beberapa ruang lainnya disegel dengan kayu. Akibat penyegelan itu, aktivitas mahasiswa IKIP Mataram lumpuh. Aksi penyegelan diawali dengan orasi yang dipusatkan di ruang tengah Sekretariat Pusat kampus setempat. Dalam orasinya, secara bergantian mahasiswa menegaskan, penolakannya terhadap SK pelantikan Rektor dan pejabar Rektorat yang disahkan melalui SK No.15/YPIM/VII/2006 tertangga25 Juli 2006 yang menetapkan H.L.Said Ruhpina SH sebagai Rektor baru menggantikan Drs.H.Fathurrahim.

"Penyegelan ini artinya IKIP Mataram saat ini dalam status quo. Tidak ada yang berkuasa di kampus ini, kecuali mahasiswa," tegas Korlap yang juga Ketua BEM FPBS IKIP Mataram, Hariyadi. Akibat penyegelan itu, aktivitas mahasiswa terhenti total. "Pengangkatan rektor baru tak prosedural dan sepihak. Kami tak ada yang membayar melakukan ini. Apa yang kami lakukan ini cermin dari nurani kami,'' teriak mahasiswa.

Setelah berorasi, sejumlah mahasiswa kemudian mengambil kayu dan paku. Kayu itu kemudian digunakan untuk menyegel pintu masuk ruangan rektor dan kayu lainnya digunakan untuk menyegel ruangan Biro Administrasi Umum serta ruangan lainnya. 

Saat mahasiswa melakukan penyegelan pintu masuk ruangan rektor dan ruangan Biro Administrasi Umum, ketegangan mulai terjadi, karena sejumlah personel Satpol PP Kota Mataram berada di gerbang kampus IKIP Mataram. Satpol PP yang dipimpin Mariki, S.H., memasuki areal kampus dan naik ke lantai dua tempat para mahasiswa berkumpul. Serentak mahasiswa mendekati Mariki dan meminta agar Satpol PP jangan memasuki areal kampus. 

"Kami tidak membutuhkan Satpol PP. Ini kampus kami, ini rumah kami dan kami tidak membutuhkan tenaga Anda untuk mengamankan rumah kami," kata mahasiswa seraya meminta Satpol PP segera meninggalkan kampus IKIP Mataram. Mariki berupaya memberi penjelasan tapi mahasiswa tetap menolak dan Satpol PP akhirnya meninggalkan halaman kampus. Di pintu gerbang kampus, sedikitnya 15 personel Satpol PP Kota Mataram tetap melakukan penjagaan. Mahasiswa pun mendekati personel tersebut sambil meminta agar mereka jangan memasuki areal kampus.

Berbagai spanduk dengan beragam tulisan yang isinya menolak rektor baru dibentangkan. Dalam keterangan persnya Hariyadi menegaskan bahwa selama kampus dalam ststus quo, seluruh aktivitas di IKIP Mataram dihentikan. IKIP Mataram akan tetap dikuasai mahasiswa hingga adanya keputusan tetap dari Pengadilan Negeri (PN) Mataram. 


Pada hari Jumat (4/8), mahasiswa kembali melakukan aksi menuntut agar kampus mereka dibersihkan dari orang-orang tidak dikenal berpakaian safari yang sengaja didatangkan pihak rektorat.

"Keberadaaan mereka di dalam kampus IKIP Mataram bertentangan dengan kesepakatan yang disampaikan Walikota Mataram, H.Moh Ruslan yang menyatakan kampus dikosongkan dari semua aparat termasuk preman," kata Ketua BEM IKIP Mataram, Suratman. Suratman menyatakan, aksi unjukrasa yang digelar sejumlah mahasiswa tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap pihak-pihak yang hendak menjadikan kampus IKIP sebagai ajang politik. "Karena hari ini, terbukti kampus IKIP Mataram justru dipenuhi oleh orang tidak dikenal yang tidak ada kaitannya dengan kemahasiswaan, maka itulah yang kami desak dikeluarkan hari ini,"katanya.

Sebelumnya, Walikota Mataram, H.M Ruslan dihadapan ratusan mahasiswa pengunjukrasa menyatakan pihaknya akan menengahi permasalahan tersebut diatas meja, yakni antara pengurus yayasan, rektor dan sejumlah dosen yang diberhentikan serta mahasiswa. amun kenyataan, penyelesaian yang difasilitasi walikota tersebut tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, sehingga membuat mahasiswa pada waktu itu bersedia membubarkan diri.


Bentrok dengan preman

Aksi demonstrasi kembali dilakukan pada Selasa (22/8), oleh puluhan mahasiswa di kampus menuntut Rektor IKIP Mataram yang baru H.L. Said Ruhpina, S.H. mencabut Surat Keputusan (SK) Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM) soal pengamanan IKIP Mataram yang melibatkan orang luar -- di luar aparat kepolisian dan satpam. Dalam aksi yang awalnya berjalan damai itu, mahasiswa tidak bisa bertemu Rektor karena sedang tidak ada di tempat. Mahasiswa malah dihadang sejumlah tenaga pengamanan yang mengantongi SK YPIM itu. Ketika hendak merangsek mendekati ruang rektorat, mahasiswa dihalangi belasan tenaga pengamanan tadi. Menghindari terjadinya benturan karena suasana terlihat memanas, mahasiswa mundur dan batal mendekati ruang rektorat. Namun, tenaga pengamanan berpakaian preman itu berbalik mengejar mahasiswa. 

Zainal Mustakim, alumnus mahasiswa IKIP Mataram yang diwisuda dua hari lalu, berupaya menghalangi tenaga pengamanan tadi. Mustakim malah diserang dan ia bisa menangkis serangan tenaga pengamanan tadi hingga tangan kirinya luka parah dan kelingkingnya nyaris putus, dan luka di paha sebelah kanan sepanjang 15 cm . Ketika Mutakim dalam keadaan terluka, mahasiswa lainnya yang melihat insiden itu langsung lari ke luar dari areal kampus.

"Saya dikejar-kejar oleh sejumlah preman yang ada dalam kampus, dan berusaha menusukkan pisau ketubuh saya, tetapi saya berbalik mengejar mereka," kata Mustakim, salah satu dari tiga mahasiswa IKIP yang terpaksa dilarikan ke UGD RSU Mataram, Selasa sore (22/8). Mutakim menjalani perawatan di Bangsal Cempaka RSU Mataram. Sedangkan rekannya Asmanik, mengalami pemukulan dibagian belakang kepala, sehingga sempat pingsan dan hingga kini ketiganya masih berada dalam pengawasan medis RSU Mataram. Sementara itu, Malwi (35), seorang penduduk Kelurahan Sekarbela, Mataram, yang bukan mahasiswa, mengalami luka ringan dibagian pinggang dan telah diijinkan kembali ke rumahnya.

Mustakim mengatakan penusukan yang dilakukan para preman tersebut tampaknya sudah berencana. Sebab saat mereka melakukan aksi unjukrasa yang menuntut agar kampus IKIP Mataram dibersihkan dari para preman, justru sejumlah orang tidak dikenal itu yang menghadang mahasiswa dan melakukan pengejaran. 

"Rupanya diantara mereka itu ada yang sengaja mau menghabisi saya, karena saya dikejar dengan pisau, karena sudah terpepet dibawah tangga kampus, dirinya berbalik melakukan perlawanan, dan terjadilah penusukan itu," katanya. Polisi yang berada dilingkungan kampus tidak berbuat apa-apa, dan membiarkan mahasiswa bentrok yang menyebabkan sejumlah mahasiswi histeris dan jatuh pingsan. Pihak yayasan maupun pejabat rektorat yang baru harus bertanggungjawab atas kasus tersebut, karena merekalah yang memasukkan para preman tersebut ke dalam kampus IKIP. 

Hal serupa juga disampaikan Samsul, salah satu aktivis mahasiswa IKIP Mataram, "Permasalahan internal kampus IKIP telah memakan korban mahasiswa, dan itu merupakan peristiwa berdarah pertama yang terjadi dalam kampus IKIP, kita tidak akan tinggal diam dan memperjuangkan agar kampus IKIP dibersihkan dari para preman-preman," katanya.


Terus dikejar hingga RS

Dengan menggunakan bambu yang digunakan untuk umbul-umbul menyambung HUT Proklamasi RI ke 61, para preman terus melakukan pengejaran terhadap sejumlah mahasiswa. Belasan tenaga pengamanan tadi terus mengejar mahasiswa yang lari menyelamatkan diri. Beberapa orang di antaranya ada yang bersembunyi di rumah warga yang berada di depan kampus IKIP Mataram. 

Tenaga pengamanan terus mengejar hingga ke rumah penduduk. M.Ridwan ditemukan tenaga pengamanan itu di rumah seorang warga sedang bersembunyi. "Ridwan ditarik dan ia sempat mengaku polisi agar tidak dipukul," ujar seorang mahasiswa yang ikut dalam aksi tersebut. Ketika dua orang tenaga pengamanan lainnya datang, sebilah pisau ditusukkan ke arah ulu hati, lambung dan punggung mahasiswa ini. Tidak hanya itu, salah seorang lainnya memukul ulu hati Ridwan hingga pemuda ini roboh tak sadarkan diri. Warga yang melihat kejadian ini lalu melarikan Ridwan ke IGD RSU Mataram.

Ketika korban dilarikan ke RSU Mataram, beberapa tenaga pengamanan tadi terus mengejar ke RSU Mataram. "Dua orang teman kami masing-masing Heru dan Asmani dipukul di depan IGD RSU Mataram. Untung saja lukanya tak parah," kata mahasiswa yang enggan disebut namanya. 

Ridwan yang mengalami luka paling parah, setelah mendapat perawatan di IGD langsung dirujuk ke ICU. Sekitar satu jam lebih menjalani perawatan dan korban rencananya akan menjalani operasi, namun nyawanya tak tertolong. Sekitar pukul 19.45 wita, Ridwan meninggal di ruang ICU.

Meninggalnya Ridwan membuat suasana di ruang ICU yang dipadati mahasiswa dan keluarga korban berduka. Di bawah pengawalan ketat polisi, jenazah Ridwan dikeluarkan dari ruang ICU menuju instalasi kamar jenazah RSU Mataram. Jenazah Ridwan rencananya akan dipulangkan ke kampung halamannya di Donggo, Bima. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar